Tiga hari lalu, Jumat 6 Desember 2013, Angelina Sondakh menjalani pemeriksaan di KPK sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang pembelian saham PT. Garuda Indonesia untuk tersangka M. Nazaruddin. Seusai menjalani pemeriksaan selama 5 jam di gedung KPK, Angie sedianya akan dibawa kembali ke Rutan Pondok Bambu, namun Angie pingsan dan harus menjalani perawatan medis. Mengetahui Angie sedang “tidak baik”, ada sosok pria tua datang menghampirinya kemudian turut mengantarkan Angie keluar dari gedung KPK.
Sungguh, pria tua yang datang menemani Angie ini membuat saya berdecak kagum, dialah Lucky Sondakh, Ayahanda dari Angie. Pemandangan yang luar biasa saat Angie dan ayahnya bersama-sama keluar dari gedung KPK. Wanita 35 tahun itu tampak memegang erat lengan ayahnya sambil menyandarkan kepalanya di bahu sang ayah. Dengan mata yang masih sembab serta tatapan kosong, tampak Angie begitu nyaman dan tenang di dekat sang Ayah. Kesan itulah yang saya tangkap dari gestur wanita yang dua minggu lalu baru saja dijatuhi pidana 12 tahun oleh MA itu.
Sebuah pemandangan ‘kepala tersandar’ membuat saya tersadar bahwa tak hanya kasih ibu yang begitu dahsyat, tapi kasih ayah tak kalah dahsyat juga. Pemandangan luar biasa itu bahkan bisa mengalihkan pikiran-pikiran saya yang penuh kebencian pada pelaku koruptor seperti Angie ini. Terlepas dari perilaku Angie yang begitu nista, tercela, bahkan durhaka pada negaranya, saya begitu tersentuh melihat hubungan antara anak dan ayah ini. Ada nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan Prof Dr Lucky Sondakh pada saya mungkin juga anda, dan ini luar biasa, luar biasa brow!
Apanya yang luar biasa, itu hal yang lumrah kali yos ayah sayang sama putrinya? No Sir! ini bukan hal biasa! Ketika berbicara mengenai sebuah hubungan, hubungan apapun itu, secara sederhana saya melihat dua hal yang selalu mengiringinya, yaitu “Kesetiaan” dan “Penghianatan”. Tentu kita semua masih ingat, tahun 2009 Angie memutuskan untuk meninggalkan keyakinanya dan menjadi seorang mualaf. Sebagai seorang muslim, tentu saya senang bila ada orang yang akhirnya menemukan jalan terang di jalan Islam. Namun dalam hati kecil saya selalu sedih ketika ada mualaf, terutama bila saya teringat orang tuanya (Ayah dan Ibunya).
Mantan istri, mantan kawan, mantan rekan mungkin benar ada, namun mantan anak? saya pikir hanya ada dalam hayalan, benar kata orang bahwa tak ada yang namanya mantan anak. Apapun keputusan yang diambil anaknya, Prof Dr Lucky Sondakh ini terlihat sangat menghargainya, tak nampak secuilpun raut kekecewaan atau dendam sang ayah hebat ini pada Angie. Ketika Angie mendurhakai negara, Negara pun membalasanya dengan setimpal, namun ketika Angie “mendurhakai” ayahnya, cinta kasih yang dia dapatkan dari ayahnya.
Saya sendiri, ketika jadi seorang ayah kelak, rasa-rasanya tak akan sanggup melakukan apa yang dilakukan Lucky Sondakh pada Angie. Sebagai seorang ayah, tentu cita-cita terbesar saya adalah bisa melihat anak saya menjadi apa yang yang saya inginkan dan cita-citakan. Salah satu cita-cita tersebut adalah melihat anak bisa berjalan beriringan di jalan yang sama dengan jalan yang saya pilih. Apa jadinya bila sang anak tercinta kemudian memilih jalan berseberangan? membayangkanya saja saya tak mampu sob! karena bagi saya harta terbesar dalam kehidupan adalah seorang anak.
Mungkin ada yang punya pendapat lain, seperti ini, “yos, km kan muslim, saat angie jadi mualaf itu bukan mendurhakai orang tuanya, tapi itu sebuah hidayah!” Iya benar, ketika saya melihat hal tersebut dari kacamata saya sebagai seorang muslim, memang saya melihat itu sebuah hidayah. Namun, ketika saya mencoba meraba-raba hal tersebut dari kacamata seorang ayah, hal berbeda saya rasakan. Ayah mana yang ikhlas melihat sang putri yang saat kecil ditimang dan digendong kemana-mana, saat besar malah meninggalkan kepercayaan yang ayahnya ajarkan. Ini bukan soal ajaran apa yang paling benar tapi soal harapan orang tua pada harta terbesarnya di dunia, yaitu anaknya.
Putusan MA yang menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara pada Angie beberapa waktu lalu bagaikan kado yang manis untuk hari ini, 9 Desember 2013, yang merupakan hari anti anti korupsi sedunia. Tapi bagi Anggie dan keluarganya, mungkin ini bencana terbesar dalam sejarah hidup mereka. Memang sebuah dilema, saya melihat Angie antara kasihan dan tidak. Sebagai saudara sesama muslim, saya doakan Angie bisa menghadapi “hukuman/cobaan’ ini dengan baik. Untuk Prof Dr Lucky Sondakh, respek setinggi-tingginya saya berikan pada anda prof, anda sungguh tahu bahwa anak bagaikan sempalan nyawa kita dalam tubuh yang berbeda.
Yos Beda - 9/12/2013
Baca juga:
Referensi:
-
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/12/06/lucky-sondakh-angie-merasa-tegar-saya-datang
-
http://sulutlink.com/2013/09/04/prof-dr-ir-lefrand-lucky-winston-sondakh-m-ec-ready-to-fight-for-dpd-r-i-2014-with-the-power-of-love/
http://www.jpnn.com/read/2012/02/09/116799/Saya-dengan-Angie-Hubungannya-Ganda-