Alkisah pada suatu hari seorang pria mengajak anak, istri, beserta ibunya untuk menghadiri ceramah seorang ustaz kondang di kotanya. Dengan mengajak anaknya, pria tersebut berharap bisa memberikan pelajaran yang bermanfaat bagi anaknya. Dengan mengajak istrinya, pria tersebut berharap agar sang anak merasa nyaman ketika belajar di di dekat ibunya. Sementara, pria itu membawa ibunya agar sang ibu bisa melihat cucu kesayanganya belajar tentang agama dan moral dalam ceramah ustaz kondang tersebut.
Ceramah pun dimulai, materi yang dibawakan sangat bermanfaat, berbicara soal kasih sayang dalam Islam dan berbicara soal kesabaran. Pria itu sungguh senang melihat anaknya cukup antusias mendengar ceramah Sang ustaz. Pria itu pun paham bahwa mungkin hanya beberapa potongan kecil dari ceramah sang ustaz yang anaknya pahami. Tak jadi soal, karena tujuan awal pria itu mengajak anaknya adalah mengenalkan anaknya pada agama. Soal bagaimana penerapan agama dalam kehidupan sehari-hari, itu adalah tugas dia dan istrinya untuk mengajarkanya pada sang anak saat di rumah nanti.
Di tengah acara akbar sang ustaz, ada sedikit kendala di sisi tehnis lapangan, dimana sound system pada acara tersebut bermasalah, kadang suara Ustadz mendadak mengecil bahkan hilang. Sang ustaz pun meminta panitia acara untuk membenahinya. Pria itu dan keluargnya merasa agak kecewa karena acara tidak berlangsung lancar. Menit demi menit berlalu, sound system tak kunjung normal juga. Sang ustaz kemudian meminta lagi pada sang operator sound system untuk memperbaiki masalah tersebut. Si operator kemudian menjawabnya dengan nada yang agak tinggi.
Mendengar jawaban bernada agak tinggi dari sang operator sound system, sang ustaz emosi, kemudian dia menyuruh sang operator sound untuk maju menghadapnya. Saat berhadapan itu, sempat terjadi ketegangan antara sang ustaz dengan operator sound system. Sang ustaz kondang sempat meminta si operator untuk mencium kakinya sebagai permintaan maaf, namun si operator menolak. Di puncak ketegangan, sang ustaz makin meradang hingga menginjak sang operator dengan lututnya. Kontan saja seluruh jamaah kaget termasuk si pria, anak, istri dan juga ibunya.
Sepulang dari acara ceramah sang ustaz, pria tersebut galau segalau-galaunya. Acara yang dia harapkan bisa jadi sarana pembelajaran buat sang anak serta jadi tempat menimba ilmu buat istri dan ibunya malah berubah jadi drama memalukan dan memprihatinkan. Pria itu pun kemudian menemui Ibunya, dia meminta maaf karena telah memberikan contoh yang tidak baik bagi cucunya. Sang Ibu mengerti dan menyuruh putra dan menantunya untuk memberikan penjelasan yang baik aas kejadian mengerikan yang baru saja dilihat cucunya tadi.
Siapa pria yang kamu ceritakan di atas, Yos? Pria dan keluarganya diatas adalah karakter-karakter imajiner yang saya ciptakan dan coba masukan ke dalam garis waktu kejadian memalukan yang saya lihat dan baca kemarin. Kemarin, saya mendapati video Ustaz Hariri yang ngamuk saat ceramah, bahkan sempat menyuruh seseorang mencium kakinya dan juga sampai menginjak kepala orang tersebut dengan lututnya, Dalam pendangan saya, tak ada secuil pun ruang pembenaran untuk mereka-mereka yang melakukan kekerasan.
Lebih miris lagi, aksi kekerasan yang dilakukan Hariri dipertontonkan di depan jamaahnya yang sudah barang tentu ada anak-anak di antara mereka. Tak sadarkan Hariri bahwa di antara jamaahnya boleh jadi ada yang membawa putri-putrinya, jamaah yang ingin mengenalkan buah hatinya untuk belajar cinta kasih Islam, belajar tentang indahnya sikap sabar dari seorang ustadz/ulama, dan belajar nilai-nilai mulia lainnya dari ajaran yang dirisalahkan pada Sang Nabi 14 abad silam.
Baca juga:
Sebagai seorang ustaz, dia selayaknya guru yang bisa memberikan suri tauladan bagi para murid-muridnya. Sang operator sound system yang membuat amarahnya naik dilihat Hariri bukan sebagai murid yang harus dididik, malah Hariri memilih jalur kekerasan dengan melihat si operator sound sebagai musuh. Ketika seoang berilmu berdiskusi dengan orang awam seyogianya bisa melihat dia sebagai orang yang kebetulan ilmunya belum setinggi kita, hingga batas pemakluman kita atas setiap perilakunya yang kadang merendahkan atau melecehkan kita adalah sebuah bagian dari kedaifan dia.
Kalau boleh jujur, saya memang tak begitu kaget dengan apa yang dipertontonkan Hariri dalam video tersebut, karena beberapa waktu lalu saya termasuk yang menaruh curiga ada yang tak beres dari Ustadz jebolan ajang pencarian bakat ini. Terlebih lagi, dugaan ada yang tak beres dari Hariri diperkuat dengan berita pelecehan seksual yang dilakukanya pada penyanyi Cinta Penelope beberapa tahun silam. Beberapa tahun silam, Hariri dituduh mencuri G-string milik Cinta lalu memakai dan membuat foto selfie saat memakai G-string tersebut. Kocaknya, foto tersebut ditunjukan pada Cinta Penelope.
Semoga kasus memalukan yang menimpa Hariri ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua dalam memilih guru, memilih teman, atau memilih panutan. Saya tidak sepakat ketika ada yang bilang “jangan memilih-milih teman!” Kalau soal mengasihi, memang kita berlaku universal kepada siapa saja, namun ketika memilih teman atau guru yang dijadikan panutan, saya pikir kita harus selektif, terlebih bila teman atau guru tersebut adalah panutan yang akan membimbing kita atau anak-anak kita.
Referensi: