Minggu, 12 Mei 2019 kemarin, Liverpool gagal menuntaskan dahaga gelar juara Premier League (Liga Inggris) yang telah ditunggu selama 29 tahun. Kegagalan itu terbilang tragis karena Liverpool hanya kalah satu poin dari Manchester City yang jadi juara dengan 98 poin. Bahkan poin 97 yang diraih Liverpool sebenarnya jadi rekor pencapaian tertinggi mereka sepanjang masa. Apalagi, pada pertengahan musim sekira Januari 2019, Liverpool masih unggul 7 poin dari Manchester City, sungguh tragis!
Saya termasuk orang yang bersedih dan kehilangan mood usai mendapati kegagalan Liverpool tersebut, mendadak hilang semangat selama seharian. Mungkin ada yang bilang, lebay amat, Yos? Setahu saya fenomena seperti ini adalah hal yang biasa lho. Bahkan tidak hanya pada para pendukung atlet, pembalap, atau klub olahraga, namun juga pendukung capres dan cawapres dalam pilpres yang belum lama ini digelar di tanah air. Hayo, ngaku saja! Hahahaha.
Bagi kawan-kawan saya atau yang sering baca postingan-postingan lama saya, mungkin akan kaget mendapati dua paragraf pembukaan postingan saya di atas. Mereka pastinya akan bertanya-tanya seperti ini, “kok mendadak jadi seorang Kopites (sebutan pendukung Liverpool)? bukankah yang punya blog ini adalah seorang Romanisti?”. Hahaha, tenang saja kawan, saya masih pendukung AS Roma di Serie A (liga Italia), tidak perpaling jadi pendukung klub di Liga Inggris, Liverpool.
Saya belakangan ini rajin mengikuti pertandingan Liverpool cuma sebatas harapan atau keinginan untuk melihat pelatih mereka, Jurgen Klopp segera bebas dari julukan “Mr. Runner Up”. Seperti diketahui bersama, Klopp memang dikenal sering gagal atau nyaris juara di berbagai kompetisi, mulai dari UEFA Europa League, UEFA Champions League, DFB Cup, dan EFL Cup. Saat berdiskusi di mabes (markas besar) Liverpool di Kaskus, saya pun menyatakan hal tersebut, bahwa saya bukan pendukung Liverpool, tapi hanya ingin melihat Klopp juara.
Baca juga:
Jujur saja, sudah lama saya tidak berdiskusi tentang sepakbola, baik bersama kawan-kawan di Romanisti Indonesia (RI) maupun dengan kawan-kawan biasa. Belakangan ini saya malah lebih sering berdiskusi dengan rekan-rekan internet marketer atau para pelaku bisnis online. Tak pelak, kehadiran saya nimbrung di diskusi para Kopites membuka kenangan lama saya ketika awal-awal diajak bergabung dengan Romanisti Indonesia oleh teman kuliah.
24 Mei 2008, itu tanggal pertama kali saya gabung dengan Romanisti Indonesia, tepatnya ketika acara nonton bareng final Coppa Italia 2008 yang mempertemukan AS Roma dan Inter Milan. Oiya, lokasi nonton barengnya dulu di Jogja karena saat itu RI Solo belum terbentuk. Suatu kepuasan dan kesenangan tersendiri akhirnya bisa kumpul dengan sesama fans AS Roma, meski saat itu hanya sebatas orang-orang Jogja atau mahasiswa-mahasiwi di Jogja.
Sekira Juli 2008, untuk kedua kalinya saya kumpul-kumpul lagi dengan rekan-rekan RI, tepatnya saat Gathering Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang) yang digelar di Jogja. Acaranya sendiri hanya dua hari semalam dengan menginap di sebuah vila di Kaliurang. Lantaran sudah mulai kenal dengan kawan-kawan Romanisti lain, saya sangat menikmati acara tersebut. Terlebih lagi vila yang panitia sewa juga nyaman, apresiasi saya untuk salah satu panita yang dapat tugas booking vila Jogja, entah siapa, hehe.
Awal tahun 2009 Gathering Joglosemar digelar di Semarang. Lagi-lagi saya ikut karena sedang senang-senangnya ngumpul bareng anak-anak RI. Memang belakangan saya sudah jarang ikut acara mereka lagi, terakhir ikutan seingat saya waktu terlibat jadi panitia Gathering Nasional RI yang diselenggarakan di Solo tahun 2013 silam. Iya, sudah lama sekali, tapi itu tidak lantas saya sudah berpaling dari AS Roma. Saya masih update tentang AS Roma kok, bahkan turut prihatin pada prestasi mereka belakangan ini yang menurun.
Jadi, sudah jelas kan sekarang, saya hanyalah Romanisti yang bersimpati pada Klopp. Masih besar harapan saya bisa melihat Klopp lepas dari julukan Mr. Runner Up. Mengingat Liverpool tahun ini untuk kedua kalinya berhasil menembus partai final UEFA Champions League, semoga menang deh Liverpool pada Juni nanti. Tidak lupa juga doa saya untuk AS Roma, semoga musim depan bisa lepas dari “ke-medioker-annya”. Liverpool yang puasa gelar liga hampir 30 tahun saja bisa bangkit jadi salah satu klub terkuat di liga, masak Roma yang baru 18 tahunan puasa tidak bisa, pasti bisa!