“Iwak peyek.. iwak peyek.. iwak peyek.. sega jagung..,” seorang biduan dangdut dengan goyangan lincahnya menyanyikan penggalan lirik itu, dan sesekali mencoba berinteraksi dengan para penontonya. Seperti tak kenal lelah, biduan cantik itu lalu melanjutkan ke lagu berikutnya dengan semangat dan enerji yang tiada berkurang sampai pertunjukan selasai. Begitulah keseharian seorang biduan dangdut, khusunya dangdut koplo, ketika menghibur para penggemarnya di sebuah acara atau hajatan besar.
Saya masih ingat, ketika saya masih SMP atau sekitar tahun 2002an, nama-nama biduan dangdut macam Inul Daratista, Uut Permata Sari, begitu populer lewat rekaman aksi mereka yang terkemas dalam VCD-VCD bajakan yang dijajakan di pinggir jalan. Suatu hal yang sangat menarik, mengingat pentas-pentas dangdut tersebut sebagian besar diselenggarakan di Jawa Timur, namun VCDnya malah sudah tersebar hingga ke kota-kota luar Jawa Timur termasuk kota kecil tempat tinggal saya, Wonogiri.
10 tahun berselang, Fenomena yang hampir mirip saya rasakan, dimana gaung musik dangdut koplo kembali mewabah secara nasional. Lewat tembang Iwak Peyek, insan dangdut koplo mulai dilirik lagi oleh para penikmat musik tanah air. Jika tahun 2002 VCD bajakan masih menjadi mesin utama distribusi musik dangdut koplo, di era internet seperti sekarang, situs penyedia video Youtube menjadi pasukan garis depan dalam peredaran lagu dangdut koplo.
Baca juga:
Kepopuleran lagu Iwak Peyek baru-baru ini melahirkan jargon baru yang sangat populer dikalangan penikmat musik dangdut. ASOLOLE, sebuah penggalan lirik dari lagu iwak peyek ini sekarang menjadi kata yang sangat populer pada pementasan-pementasan musik dangdut koplo, hingga banyak penggemar dangdut koplo menamakan dirinya sebagai laskar asolole, serta sangat bangga menjadi salah satu penggemear musik dangdut.
Apakah arti kata asolole? banyak teman saya bertanya demikian, sayapun tak tahu arti sebenarnya dari kata ASOLOLE ini. Anda pernah dengar kata prikitew yang diciptakan oleh palawak sule? Ya menurut saya ASOLOLE merupakan kata tanpa arti seperti halnya prikitewnya sule, walapaun tanpa arti namun kita bisa mengetahui maksud dari kata ini. Asolole sendiri adalah sebuah kata yang menurut saya diucapkan sebagai penambah semangat saat pementasan musik dangdut koplo.
Dangdut koplo sendiri adalah subgenre dari musik dangdut, ditilik dari komposisi ritme musiknya, dangdut koplo biasanya beat’nya lebih cepat bila dibandingkan dengan lagu dangdut konvensional. Dangdut koplo diyakini mulai perkembang di pesisir pantai utara pulau jawa. Pantura merupakan sentra perdagangan, perikanan maupun pelayaran antar pulau yang cukup sibuk, dengan aktivitasnya masyarakatatnya yang cukup padat, tentu membutuhkan sebuah hiburan rakyak yang murah.
Berangkat dari alasan di atas, lahirlah bermacam-macam Orkes melayu (OM) yang kita kenal sampai sekarang ini seperti OM Palapa, OM Monata, Sera, Mahkota, Mutiara dan RGS. Kehadiran orkes-orkes melayu inipun langsung mendapat tanggapan yang hangat dari masyarakt pantura. Bagi masyarkat pantura, menggelar hajatan seperti perkawinan, khitanan, peringatan hari besar tanpa menyewa Orkes melayu sperti sayur tanpa garam, serasa ada yang kurang lengkap.
Sebagian orang menganggap musik dangdut adalah musik kasta bawah dan dangdut koplo masih dibawahnya musik dangdut konvensional. Apakah musik dangut koplo itu memang musik rendahan? saya sendiri menanggapi hal ini cukup dengan senyum, pengamat musik tanah air idola saya om Denny Sakrie pernah berujar di twitnya “tak ada kasta dalam musik.” Seorang yang sangat expert saja berpendapat seperti itu, pantas kah kita yang pengetahuan musiknya masih sedikit aja menjudge sebuah aliran musik tertentu adalah musik rendahan.