Ayesha Zahra #1

By-|

Instagram

Gadis Kecil Imut
Ilustrasi (favim.com)

“Ayah.. ayah.. bangun, bangun yaah..”, suara gadis kecil ini membangunkan saya di pagi hari terasing yang pernah saya lalui, kemudian saya buka mata perlahan lalu saya lihat seorang gadis kecil duduk disamping saya melihat ke arah saya dan tersenyum. “Siapa gadis kecil ini?” tanyaku dalam hati.

Semakin membuat saya bingung ketika medapati diri saya terbangun di ruangan yang belum pernah saya lihat, sebuah kamar yang cukup besar dan rapih, padahal masih teringat jelas semalam saya berangkat tidur seperti biasa di kamar kost yang saya, yang sudah saya tinggali 3 tahun kebelakang, kenapa tiba-tiba saya terbangun di kamar asing ini? dan dibangunkan oleh gadis kecil cantik yang tak saya kenal.

Kemudian saya memandang gadis kecil yang cantik ini, saya tatap matanya dan dia tersenyum lagi, saya pun balas senyumnya, kemudian saya tanya gadis kecil ini “namanya siapa adik manis? Kok panggil saya ayah?”. Tiba-tiba senyum gadis ini hilang dan menujukan wajah kaget dan bingung.

Sekian detik mengamati ekspresi gadis kecil ini, membuat saya sedikit terkejut, pasalnya ekspresi dan mata gadis ini mengingatkan saya pada diri saya sendiri, ditambah dengan dia memanggil saya ayah, saya mulai bertanya, apakah ini anak saya? Lagi-lagi pikiran tak masuk akal menghinggapi kepala saya.

Bagaimana bisa! dimalam harinya saya hanyalah pria lajang 25 tahun dan pagi harinya berubah menjadi seorang ayah dari dari gadis kecil berusia 5 tahunan. Saya kesampingkan kebingungan saya untuk sementara, karena melihat anak kecil saja saya bahagia, saya pun memeluk gadis kecil yang memanggil saya ayah ini.

Saya pun beranikan diri untuk bertanya padanya, dan mengamini bahwa saya adalah ayah dari gadis ini , setidaknya buat si kecil kembali tersenyum seperti saat pertama membangunkan saya tadi.

“Hari apa ini sayang, ayah lupa?” tanya saya polos.

“Hari selasa ayah”, jawab gadis kecil.

“Tanggal berapa?” saya bertanya lagi.

“Ngga tahu ayah” si kecil menjawab dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Iya memang sedikit konyol ketika saya tanya tanggal pada gadis kecil ini, mana mungkin gadis seusia dia ini ngapalin tanggal. Saya pun melihat ke sekeliling kamar yang cukup besar ini, mencari dimanakah ada kalender, sayang saya tak menemukanya.

Mata saya kemudian tertuju pada sebuah ponsel pintar yang tergeletak di meja samping saya, saya ambil ponsel tersebut kemudian saya masuk ke fitur kalendernya, betapa kagetnya saya ketika mengetahui angka tahun dikalender tersebut, 2020, 7 tahun lebih cepat dari waktu saya berangkat tidur semalam.

Saya masih tak percaya pada apa yang saya lihat, saya coba berselancar di dunia maya dengan ponsel tersebut, untuk memastikan tanggal saat itu, dan ternyata memang saya berada di tahun 2020, saya terus asik dengan gadget saya ini hingga si gadis kecil menghentikan saya.

“Ayah, temani rara mandi, rara mau berangkat sekolah” pintanya sambil menarik tangan saya.

Akhirnya saya tahu, nama gadis cantik yang sepertinya memang anak saya ini bernama rara. Saya beranjak dari duduk saya mengikuti si kecil ini kemana menuntun saya. Hingga tiba di depan sebuah pintu rara meminta saya untuk duduk disamping pintu.

“Ayah duduk disini”, pintanya sambil menunjuk dengan tangan kecilnya yang mungil. Kemudian dia masuk ke ruangan yang ternyata memang kamar mandi.

Saya bertanya-tanya sendiri kenapa si rara ini mandi aja harus minta ditemani di depan pintu, mengingatkan saya akan kebiasaan adik perempuan saya, bela, yang saat kecil juga selalu minta ditemani ibu ketika mandi.

Sambil menunggu si kecil selesai mandinya saya terus berfikir bagaimana bisa saya ada di tahun 2020, hilang kemana 7 tahun saya kebelakang. Masih teringat tadi malam saya pulang kerja agak malam dan sangat capek dan langsung tidur seperti biasanya.

Apakah saya terlempar ke masa depan saya? Apakah saya terlempar ke masa depan dalam dimensi yang sama? Atau saya terlempar ke masa depan dalam dimensi yang berbeda. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus menggelayuti fikiran saya.

Lima menit saya merenung tak terlihat tanda-tanda juga rara selesai mandinya, saya pun bertanya dari luar kamar mandi ke rara.

“Rara mandinya masih lama?” dia tak menjawab, “Raraaaa…” panggilku pada rara untuk kedua kalinya.

Tak ada jawaban sama sekali, saya putuskan untuk masuk ke kamar mandi, dan sedikit kaget ketika melihat rara malah mainan air sambil mandi, kocak bener deh anak saya ini, ditungguin ayahnya malah mainan air.

“Udah mainannya sayang, ntar telat loh kesekolahnya”, ujar saya pada rara sambil mematikan keran air yang terus menyala.

Baca juga:

“Iya ayah..”, jawab rara sambil memasang muka cemberut khas anak-anak.

Dua menit kemudian rara menyelesaikan mandinya, si kecil kemudian menuju sebuah kamar yang prediksi saya adalah kamar dia, tapi kok rapi banget, kesan itu yang saya tangkap ketika masuk kamar rara.

“Rara rajin banget ya, tiap bangun tidur rapiin kamarnya sendiri”, puji saya pada rara.

Namun sedikit aneh ketika dia menunjukan ekspresi bengong dan bingung, ekspresi yang sama saat pertama saya tanya nama dia sebelumnya. Sayapun hanya bisa menebak-nebak saja sekarang, tadi malam si kecil rara bobok ma ayahnya dan kamar rara sendiri malah ngga pernah dipakai, itulah tebakan saya.

“baju seragam rara di mana?” tanya saya yang berniat membantu malaikat kecil saya.

Dia kemudian menggerakan tanganya menunjuk ke sebuah lemari berukuran sedang berwarna coklat, saya buka dan memang baju-baju si rara ada di lemari ini, saya ambil satu seragamnya, saya taruh di atas kasur kamar rara.

Tanpa sengaja saya lihat di baju seragamnya tersebut ada nama lengkap rara disebalah dada bajunya, saya penasaran saya ambil lagi itu seragam dari atas kasur untuk melihat nama lengkap rara. Yeaah, akhirnya saya tahu nama anak saya ini, Ayesha Zahra, nama si malaikat kecil ini.

Ayesha, iya memang sebuah nama yang saya simpan di tahun 2013 lalu, untuk saya berikan pada anak perempuan saya kelak bila dikasih anak perempuan tentunya, hehe.. kemarin pun saya masih memikirkan nama itu, ketika saya belum melompati garis waktu yang aneh ini.

Saya kemudian memakaikan baju rara dengan penuh kasih sayang selayaknya seorang ayah kepada putri kecilnya, sembari saya sedikit bertanya-tanya ringan pada anak saya.

“Rara nanti pulang jam berapa” tanya saya.

“Jam sepuluh” jawabnya, “Temputnya jangan telat ya ayah” tambahnya.

Saya baru tahu bahwa di masa tersebut saya jadi ayah yang baik, antar jemput anak saya, yang kemudiang membuat saya bertanya tentang pertanyaan penting yang harusnya saya tanyakan dari tadi, Dari tadi bangun pagi sampai rara mau berangkat sekolah kok saya tidak melihat sesosok wanita pun di rumah ini, kemana emaknya si rara ya?

Saya kemudian niat bertanya pada rara tentang keberadaan bundanya, baru mau berucap, kriiiiinnnngg… suara telefon berbunyi, lalu saya angkat telfonnya.

“Hallo, le, rara jangan sampai lupa minum obatnya ya”, suara wanita yang menelfonku.

Wanita ini, suara dan cara memanggilnya sama dengan bagaimana ibu saya memanggil saya, dari situ langsung saya simpulkan bahwa yang menelfon adalah ibu. Alhamdulillah ibu masih diberi diberi nikmat sehat hinggam masa ini, rasa syukur yang tak bisa ku sembunyikan ketika mengetahui ibu yang menelfon.

“Iya buk, ngga bakal lupa lah buk” jawabku pura-pura mengerti.

“Ibuk besok ngga jadi kerumah, ada acara sama bapak, bilangin rara nenek dan kakeknya ngga jadi main” tambah ibu.

“iya buk”, jawab saya dengan sedikit lesu, karena ternyata bila saja tidak ada halangan acara besok saya bisa bertemu ibu dan bapak di tahun 2020.

“Ya udah le, gitu aja” pamit ibuk dan akan menutup telfonnya.

“bentar..bentar buk.. aku mau tanya sesuatu”, kataku menahan ibu menutup telfonya,

“mamanya rara kemana sih” tanya saya polos.

“kamu tuh ngomong apa” sahut ibu dengan nada meninggi.

“jangan ngomongin dia lagi, kasihan anakmu” Ibu menegaskan.

“iya buk, hehe, ya udah kalau gitu” saya menutup telfon dengan pertanyan besar yang masih mengganjal di hati.

Bersambung  ke Ayesha Zahra 2

Berita Terkait.