Bhinneka Tunggal Ika, terabadikan dengan gagah kalimat sakti ini dicengkraman cakar Sang Garuda, cukup lama saya mendengar kalimat ini, mungkin sejak saya belum bisa membaca dan menulis, telah lama kata ini mengisi perbendahraan kata di otak saya, saya pun kemudian bertanya, sudahkah saya memaknai “Bhinneka Tunggal Ika” ini sebagaiman mestinya, sebagaimana apa yang diinginkan oleh para bapak pendiri bangsa ketika menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai motto negara kita tercinta, Indonesia.
Besok, bangsa kita merayakan Hari kelahiranya, 17 Agustus 68 tahun lalu Soekarno dan Hatta membacakan naskah proklamasi kemerdekaan bangsa ini, setelah cukup lama bangsa kita menjadi bangsa yang terjajah. Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang tercipta dari keberagaman suku, bahasa, agama, ideologi dan budaya. Sebuah hal yang luar biasa ketika para pendahulu kita bisa menyatukan Nusantara yang berbeda-beda ini, 68 tahun telah berlalu dan bangsa kita masih kokoh bersatu, sungguh saya bangga menjadi bagian dari bangsa ini.
Berbicara mengenai kebanggaan menjadi warga sebuah negara, tak bisa lepas dari pertanyaan Bangsa ini milik siapa? bangsa ini adalah milik kita bersama, kita terlahir bersama, tumbuh bersama dan insyaAllah akan menjadi bangsa yang besar bersama-sama. Saudaraku sebangsa dari sabang sampai maluku, ingatkah saat kakek-kakek kita bersama-sama menghadapi agressor yang beringas, mulai dari si kulit putih yang pelit dan si kulit kuning yang kejam. mereka para pejuang bangsa mengesampingkan warna kulit, bahasa, agama, ideologi, budaya untuk berjuang bersama hingga akhirnya kita bisa merdeka.
Mungkin ada yang bertanya, di paragraf atas kenapa saya tulis “Saudaraku sebangsa dari sabang sampai maluku” kenapa ngga sampai Merauke, Papua?, tanpa mengurangi rasa respek saya pada para pejuang Trikora, sesungguhnya setelah merdeka dan terlepas dari penjajah, kita malah seperti menjajah saudara sesama manusia di Papua, padahal yang saya tahu salah satu ciri bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa memanusiakan manusia. Bukan berarti saya tidak nasionalis ketika berbicara seperti ini, bahkan karena sayangnya saya dengan bangsa ini saya punya pandangan seperti ini.
Sependek yang saya tahu ketika proklamasi dikumandangkan 68 tahun lalu kita bersaudara dari sabang sampai maluku, tak ada Papua di situ. Memang sidang ke-2 BPUPKI 10 Juli 1945 menyatakan bahwa Papua masuk dalam rencana wilayah Indonesia, setelah terjadi perdebatan yang cukup sengit antara Hatta dengan Mohammad Yamin dan Soekarno. Saya sendiri mempunyai pandangan yang sama dengan bung Hatta, bahwa papua bukanlan bagian dari Nusantara, dan benar saja ketika ikrar kelahiran bangsa ini 17 Agustus 1945 Papua memang tidak termasuk dalam wilayah NKRI.
Baca juga:
Bila 20-30 tahun lagi mereka bangsa papua benar-benar bisa merdeka dari Indonesia bukanlah hal yang mengejutkan buat saya, dan kita juga seyogianya tak perlu bersedih, kehilangan sesuatu yang sebelumnya memang bukan milik kita itu suatu hal yang bisa, berbeda cerita bila kita dan mereka memang dilahirkan bersama menjadi sebuah bangsa. Ibarat sebuah manusia, Indonesia seperti merampas yang bukan haknya, hal itu membuat saya kadang sedikit berfikir bahwa bangsa kita kenapa tak kunjung menjadi bangsa yang besar karena masih menahan yang bukan haknya ini.
Saya meyakini tanpa Papua pun Indonesia tetaplah bangsa yang besar, bangsa yang kaya, bangsa yang disegani. Tentu akan sangat bahagia bila kelak kita bisa menyaksikan anak cucu kita bisa tumbuh bersama menjadi pemuda-pemudi kebanggaan bangsa yang cinta kasih, tak suka menindas dan jauh dari sifat merusak. 68 tahun berlalu kita bersama bisa menjaga kebhinnekaan ini, mari kita teruskan perjuangan ini, dan buat bangga para pendahulu kita pendiri bangsa Indonesia.
Referensi: